Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Aceh Sumbang Rp 1,16 Miliar untuk Palestina



BANDA ACEH - Alhamdulillah! Aksi kemanusiaan untuk Palestina di Aceh berhasil mengumpulkan dana senilai Rp1.163.872.800. Dari hasil sumbangan masyarakat tersebut uang tersebut nantinya akan diserahkan kepada rakyat Gaza, Palestina yang sedang menghadapi agresi militer zionis Israel.

Panitia dari Komite Nasional Untuk Rakyat Palestina (KNRP) Aceh, Afrial Hidayat mengatakan, dana tersebut terkumpul dari kegiatan Road to Concert untuk Palestina yang digalang di seluruh Aceh, termasuk konser di Gedung AAC Banda Aceh yang dimeriahkan Fadli Padi dan penyanyi religi Sulis pagi tadi.

"Itu merupakan total sementara donasi yang telah terkumpul dari seluruh Aceh dan saat konser," kata Afrial di Banda Aceh, Minggu (18/11/2012). Selain uang tunai, banyak juga warga yang menyumbang barang berharga seperti emas, telpon genggam, kamera bahkan laptop.

"Ada juga yang menyumbang uang dolar dan ringgit. Kami belum menjumlahkan semua, karena barang-barang ini nantinya akan diuangkan terlebih dahulu sebelum diantar ke Palestina." katanya.

Fadli "Padi" Lelang Mic Kesayangan

liputan6.com
Dalam konser di Gedung AAC, Satu unit mikrofon Fadli Padi terlelang Rp 17 juta pada konser tersebut. Microphone yang sudah dipakainya sejak 13 tahun lalu, sejak menjadi vokalis Padi.

"Mic ini sudah saya pakai sekitar 13 Tahun dan akan saya lelang serta seluruh uang yang saya lelang akan saya sumbang ke untuk rakyat Palestina," ujarnya.

"Harga lelang mikrofon ini saya sumbangkan untuk rakyat Palestina dan saya tidak menyangka harga lelangnya akan mencapai Rp 17 juta," kata Fadli saat menghibur para penonton di konser amal tersebut.

atjehlink.com
Mikrofon yang juga telah melanglang buana ke seluruh Tanah Air bersama penyanyi papan atas itu dibeli oleh seorang penonton, Raihan Iskandar. Ia adalah anggota DPR RI asal Aceh.

Fadli berharap penderitaan rakyat Palestina akan segera berakhir dan seluruh masyarakatnya hidup damai sebagai sebuah negara merdeka.

Konser amal dari Aceh untuk rakyat Palestina yang diselenggarakan Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) Aceh juga melelang syal Palestina yang ditandatangani artis internasional Maher Zain. Syal ini dibuka pada harga Rp 10 juta, terlelang dengan harga Rp 13 Juta oleh Wakil Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa`aduddin Djamal.

Perwakilan rakyat Palestina, Syaikh Shadi Rageb yang hadir diacara amal itu mengaku haru dengan solidaritas rakyat Indonesia terhadap mereka.

"Perjuangan rakyat Palestina mempertahankan tanah Palestina dan Masjid Al-Quds dari jajahan Israel, bukan hanya milik Palestina namun juga seluruh rakyat di dunia," tukasnya.

Awas! Tipu-tipu Jakarta Aceh (Jangan) Tertipu Lagi




PERCAYA atau tidak, sejak dulu Aceh atau orang Aceh cukup dikenal dengan tipu muslihat atau taktik untuk mewujudkan sebuah tujuan, baik tujuan politik perperangan demi perjuangan melawan kolonialisme. Bahkan Belanda mengakui akan kehebatan orang Aceh dalam hal ini. Salah satu cerita yang paling termasyhur adalah ketika masa penjajahan, pejuang Aceh bernama Teuku Umar berhasil menipu kolonial Belanda.

Awalnya ia bersedia berunding dengan bekerja sama membantu menaklukkan perlawanan masyarakat Aceh. Tapi akhirnya Belanda malah dikelabui oleh suami Tjoet Nyak Dien ini. Ratusan pucuk senjata berhasil dicuri dan digunakan kembali untuk melawan Belanda.

Selain cerita tersebut, sebenarnya masih banyak tipu-tipu masyarakat Aceh yang ternukil dalam sejumlah hikayat. Menurut sejumlah kalangan, “tipu Aceh” ini dapat diartikan sebagai “tipu” untuk kepentingan pribadi, di sisi lain cara tersebut juga merupakan “taktik” untuk mencapai sebuah tujuan politis dan perjuangan membela bangsa Aceh melawan segala bentuk kolonialisme.

Meski tipu-tipu Aceh ini sangat dikenal bahkan sempat menjadi bagian dari catatan seorang pengarang asal Jawa Barat dalam buku berjudul “Aceh di Mata Urang Sunda”, nyatanya di balik itu sejak masa kemerdekaan hingga kini, Aceh lah yang selalu tertipu atau dibohongi oleh pemerintah Pusat Jakarta. Situasi ini mulai terlihat sejak masa kepemimpinan Presiden Soekarno.

Sejak itu Aceh mulai tertipu dengan janji-janji semu. Pada masa pemerintahan selanjutnya bahkan lebih parah dari sekadar ditipu, Aceh bahkan “dibungkam”. Mirisnya hingga kini Aceh masih saja tertipu. Faktanya, ketika Pemerintah Republik Indonesia dan GAM menandatangani MoU Helsinki, sejumlah poin MoU tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah pusat hingga hari ini.

Dengan segudang alasan, Aceh harus tetap menunggu sejumlah poin MoU untuk direalisasikan. Bahkan baru-baru ini, Aceh kembali hampir tertipu ketika Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) kawasan bebas Sabang--yang cukup lama dinanti--dianulir oleh Kementerian Keuangan. Beberapa pasal yang telah disepakati, kembali dianulir oleh Menteri Keuangan, dengan alasan ada kesalahan ‘komunikasi” di jajarannya. Kesalahan seperti apa? Wallahu’alam.

Untung saja saat itu Wakil Gubernur Aceh segera menyampaikan hal tersebut kepada Presiden SBY dalam sebuah momen Pramuka di Jakarta. Jika tidak, aturan tersebut dapat menjadi tipu Jakarta berikutnya. Itu sebabnya reaksi keras datang. Aceh tentu tak ingin tertipu lagi, sebab dulu pelabuhan bebas juga sempat dihentikan oleh Presiden Soeharto dengan sebab-musabab yang kecil, misalnya disebut maraknya penyelundupan. 

Menurut Sejarawan Aceh, Drs Rusdi Sufi, berdasarkan sejarah Aceh, di balik tipu-tipu Aceh, cukup banyak tipu-tipu Jakarta terhadap Aceh. Berdasarkan pengalaman tersebut, ke depan para pemimpin maupun generasi Aceh harus berhati-hati dan jangan mudah terbuai dengan janji semu Jakarta. Intinya, masyarakat harus tetap bersatu agar tidak mudah dikelabui pihak Jakarta (pemerintah Pusat).

Sementara menurut Pemerhati Sejarah Aceh, Ramli A Dally, teknik tipu yang dilancarkan Jakartaterhadap Aceh hingga saat ini bisa saja telah di-setting dan menjadi bagian dari teori kekuasaan. Dengan kata lain, Aceh sejak dulu dijadikan kawasan tertentu (cadangan kekuasaan) untuk mencapai sebuah tujuan. Diibaratkan sebuah ular, katanya, meski kepalanya dilepas, namun ekornya tetap dipegang bahkan diikat dengan kuat. Untuk itu masyarakt Aceh harus tetap waspada terhadap tipu-tipu Jakarta.

Berdasarkan sejumlah sumber yang diperoleh dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, banyak catatan tentang perlakuan Pusat terhadap Aceh yang cukup memiriskan hati dan menyebabkan masyarakat Aceh dirugikan. Penipuan terhadap Aceh sebenarnya telah terjadi sejak zaman kemerdekaan atau masa revolusi kemerdekaan.

Dulu pada tahun 1948, saat masa revolusi kemerdekaan atau setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, seluruh kawasan Indonesia kembali diduduki oleh Belanda, kecuali Aceh. Awalnya, setelah Belanda menyerah kepada sekutu, pada September tahun 1948 tentera sekutu masuk ke Indonesia untuk menerima penyerahan Jepang kepada Indonesia. Namun saat itu penguasa sipil Belanda yakni NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) menyusup masuk dan kembali menduduki Indonesia. Bahkan Presiden Soekarno ditangkap saat itu. Satu-satu kawasan yang tidak dimasuki Belanda adalah Aceh.

Saat itulah petinggi-petinggi RI datang ke Aceh yang tetap aman. Bahkan uang Indonesia (Oeang Republik Indonesia) pernah dicetak di Aceh. Selanjutnya pada 7 Mei 1949, ditandatanganilah kesepakatan yang dinamakan Perjanjian Rum-Royen. Berdasarkan perjanjian tersebut, tahanan politik dibebaskan, Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesi Serikat, selanjutnya akan diselenggarakan Konfrensi Meja Bundar antara Belanda dengan Indonesia setelah Pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta. Saat itulah Soekarno dibebaskan. Setelah dibebaskan, ia datang ke Aceh bersama sejumlah rombongan.

Kedatangannya ke Aceh melalui lapangan terbang di Lhoknga disambut sangat meriah oleh masyarakat. Selanjutnya diadakan pertemuan dengan para tokoh dan saudagar Aceh di Hotel Aceh yang kini hanya tinggal tapaknya saja, yakni kawasan samping Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Saat itu Aceh merupakan sebuah Keresidenan Aceh yang dipimpin oleh T. Daudsyah setelah menggantikan T. Nyak Arif. Soekarno juga bertemu dengan Daud Beureueh yang merupakan Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo.

Kala itu Daud Beureueh meminta agar khusus kawasan Aceh diberlakuan syariat Islam. Soekarno menyetujuinya. Aceh menyatakan setia kepada republik, namun Daud meminta agar kesepakatan tersebut dapat berbentuk hitam di atas putih (tertulus). Namun hal itu tak pernah terjadi. 

Soekarno dengan berlinang air mata bahkan bersumpah akan mewujudkan hal itu. Dia mengaku tak perlu bukti tertulis karena Daud Beureueh merupakan orang yang dihormatinya sehingga tak mungkin dikhianati. Itulah tipu pertama yang terjadi terhadap Aceh. Presiden saat itu tak bersedia membuat perjanjian tertulis,”  kata Sejarawan Rusdi Sufi.

Tak cukup dengan tipu tersebut, siang harinya, saat berkumpul dengan para saudagar Aceh, Soekarno menginstruksikan kepada para saudagar bahwa di seluruh Indonesia, telah dibentuk semacam penggalangan dana untuk membeli pesawat milik Indonesia. Untuk itu para saudagar juga diimbau untuk menyumbang dana membeli pesawat.

Saat itu semua pedagang saling menatap dan terdiam. Lama terdiam, Soekarno kembali bicara “Jika tak menjawab, saya tak akan makan siang dengan para saudagar”, katanya. Akhirnya, saudagar setuju, maka terkumpulah sekira 20 kilo emasdari saudagar dan masyarakat.

“Maghrib Mengaji” Bakal Berlaku Seluruh Aceh



BANDA ACEH - Anggota Komisi E DPRA Tgk Makhyaruddin Yusuf mengatakan, program Magrib Mengaji sebagaimana yang dicanangkan Pemkab Aceh Besar dapat menjadi proyek percontohan (pilot project) untuk diterapkan di seluruh Aceh.

“Gaung mengaji bakda magrib jangan hanya terdengar musiman, tetapi harus diterapkan dengan sungguh-sungguh di seluruh Aceh,” kata Makhyaruddin, Selasa (13/11).

Dia sebutkan penerapan program Magrib Mengaji penting dalam rangka menyukseskan syariat Islam dan mencegah aliran sesat yang kerap terjadi di Aceh. “Kalau semua sudah dekat dengan Alquran maka aliran sesat akan mudah dibendung,” katanya.

Makhyaruddin menyebutkan pengajian Alquran akan mencegah masyarakat Aceh terutama remaja dari pengaruh negatif arus globalisasi, serta membentuk karakter bangsa yang bermoral.

Ia juga mengusulkan supaya program mengaji tersebut perlu diterapkan juga bagi orang dewasa untuk membentuk moral yang baik di tengah masyarakat.

Kalau perlu, katanya, PNS juga harus diberlakukan program wajib mengaji tersebut untuk membentuk moralitas yang baik dan mencegah korupsi dalam menjalankan tugas. Sedangkan soal teknisnya bisa disesuaikan dengan jam kerja di kantor.

“Program ini tidak boleh terhenti di Aceh Besar saja, tetapi seluruh bupati/walikota harus segera menyusul di daerah masing-masing, jangan sampai Beut Magrib yang merupakan budaya Aceh tersebut lenyap begitu saja,” pungkasnya. 

Malu Peringkat 2 Terkorup, Gubernur Aceh Satroni Gedung KPK


021112foto_9.jpg

BANDA ACEH - Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah, meminta pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk mengungkap tuntas berbagai kasus dugaan tindak pidana korupsi di Aceh, termasuk menangkap pelaku utama (dalang) korupsi di daerah berjuluk Serambi Mekkah ini.

“Kita sangat malu saat membaca berita bahwa Aceh menduduki peringat kedua terkorup di Indonesia. Makanya saya perlu datang langsung ke KPK, untuk berkoordinasi bagaimana memberantas habis korupsi di Aceh,” kata Zaini Abdullah, dalam perbicangan per telepon dengan Serambi, Kamis (1/11).

Zaini menjelaskan bahwa kedatangannya ke KPK ini adalah untuk yang pertama kali setelah dilantik sebagai Gubernur Aceh pada 25 Juni 2012. Dia merasa prihatin mendengar provinsi yang dipimpinnya disebut sebagai kedua terkorup di Indonesia.

“Saya kan malu dicap sebagai gubernur daerah nomor 2 terkorup. Makanya saya ingin sekali supaya ini diselesaikan, siapa pun yang terlibat, termasuk dalangnya harus diperiksa dan ditangkap. Ini kan Aceh yang malu,” ujarnya.

Gubernur mengatakan kasus-kasus korupsi yang terjadi di Aceh adalah kasus-kasus sebelum masa pemerintahan dirinya. “Kami hanya kena getahnya,” kata Gubernur Zaini.

Ia mendesak KPK agar mencari dalang-dalang kasus dugaan korupsi di Aceh dan melakukan pencegahan. “Kita berkomitmen untuk membersihkan kembali Aceh dari para koruptor. Jangan sampai Aceh yang berstatus Serambi Mekkah ini dicap banyak malingnya,” imbuh pria yang akrab disapa Doto Zaini ini.

Meski begitu, Gubernur Zaini mengaku belum mengantongi nama-nama dalang korupsi di Aceh. Ia menyerahkan semuanya kepada KPK untuk bisa menyelesaikan masalah korupsi di Aceh. “Pimpinan KPK mengatakan bersedia membantu Aceh,” ujarnya.

Sebagai langkah awal, kata Gubernur, KPK akan menggelar seminar tentang upaya pencegahan korupsi pada tanggal 21-22 November 2012 di Banda Aceh. “Yang paling penting bagi kita dan KPK adalah melakukan upaya pencegahan, selain penindakan tentunya,” kata Zaini. Menurut Gubernur Zaini, korupsi yang terjadi di Aceh ada di berbagai sektor, terutama di dalam badan pemerintah birokrasi pemerintahan. 

“Saya juga tidak tahu apakah ada aparat kepolisian yang terlibat. Itu terserah kepada mereka (KPK) yang menanggulangi,” sambungnya.

Staf Khusus Gubernur Aceh, Muzakir A Hamid menyebutkan, kedatangan Gubernur Aceh ke KPK kemarin disambut langsung oleh para pimpinan KPK, di antaranya Abraham Samad (Ketua), Busyro Muqoddas, dan Zulkarnain.

Secara terpisah, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid memberi apresiasi tinggi kepada gubernur yang melakukan langkah cepat pencegahan korupsi dan pemberantasan korusi.

“Alhamdulillah, itu langkah bagus dan untuk selamatkan Aceh dari tindak pidana korupsi,” kata Farhan. Sebelumnya, Farhan yang juga anggota DPD asal Aceh, telah berkirim surat pada 3 Oktober 2012 kepada Gubernur Aceh agar melakukan kerja sama dengan KPK.

“Kami ingin menganjurkan dan mendorong agar Pemerintah Aceh yang baru melakukan komunikasi dengan KPK sekaligus meminta KPK menjadikan Aceh secara menyeluruh sebagai daerah percontohan pencegahan korupsi, sehingga benar-benar melahirkan pemerintah yang bersih, berwibawa, dan akuntabel,” kata Farhan Hamid.

Situs Kantor Berita Antara menulis, beberapa kasus dugaan korupsi di Aceh yang sempat dilaporkan oleh berbagai pihak ialah, dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009. Kemudian dugaan korupsi pengadaan alat radio diagnostik RSUZA Banda Aceh dan dugaan korupsi penjualan besi jembatan dan alat berat Provinsi Aceh.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas saat berkunjung ke Aceh Agustus lalu menyatakan bahwa hingga September 2012 ada sekitar 56 kasus dugaan korupsi terjadi di Aceh yang dilaporkan ke KPK.

Laporan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pada awal Oktober 2012 lalu menempatkan Aceh sebagai provinsi terkorup kedua setelah DKI Jakarta. Aceh, dalam laporan itu disebutkan telah menciptakan kerugian negara sebesar Rp 669 miliar dari berbagai kasus korupsi yang telah terjadi. Selain DKI Jakarta dengan kerugian negara sebesar Rp 721 miliar, Aceh (Rp 666 miliar).

Lagi, Misionaris Kristen Beraksi di Pidie







291013foto_8.jpg

Kemasan makan ringan Kacang Donal produksi Jaya Abadi Indonesia yang berisi pesan khas umat Kristiani. (serambinews)


SIGLI - Sejumlah warga Pidie yang membeli kacang Donald kaget saat mendapati di dalam kemasan makanan ringan itu terselip pesan khas umat Kristiani. Kacang Donald itu diproduksi oleh Jaya Abadi Indonesia. 

Di dalam sejumlah kemasan kacang terdapat hadiah berupa uang kertas mainan. Beberapa pembeli menemukan pesan di dalam kemasan berisi uang mainan tersebut sebagai berikut: Lama dan berlanjut Yesus Kristus sebagai puncak penyelamatan-Nya dan diteruskan oleh gereja, sehingga dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan diri dalam keterlibatan perwujudan imannya dalam hidup bersama di tengah masyarakat.

“Dari beberapa kemasan makanan ringan yang dibeli oleh seorang anak di Gampong Kuala Pidie, Sigli, ditemukan pesan yang diduga kuat sengaja diselipkan oleh pihak tertentu di dalam kemasan uang mainan,” ungkap Fikri (33), tokoh masyarakat Gampong Kuala Pidie, Sigli, Pidie, kepada Serambi, Minggu (28/10).

Ia khawatir, apabila persoalan ini tidak cepat diatasi, maka akan meresahkan orang tua yang beragama Islam di Pidie. Terutama karena anak-anak mereka mendapatkan pesan keagamaan yang tak biasa mereka peroleh dalam khazanah Islam, agama yang mereka anut dan yakini kebenarannya.

Fikri juga meminta Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Pidie untuk menelusuri “pesan khas umat Kristiani” itu agar tidak sampai beredar luas di wilayah Pidie yang mayoritas penduduknya beragama Islam. “Saya khawatir persoalan ini bisa memicu pergesekan di tengah masyarakat, sehingga mengganggu keharmonisan antarumat beragama di Pidie,” ujarnya.

Menanggapi apa yang disampaikan Fikri, Ketua MPU Pidie, Tgk HM Nasir Lampoh Sawoe kepada Serambi mengatakan, pihaknya segera membentuk tim investigasi untuk mengusut asal-muasal makanan ringan yang pada kemasannya diselipkan uang mainan dengan pesan khusus kepada umat tertentu.

“Ini tidak bisa dibiarkan. Kami segera membentuk tim untuk mengusut tuntas soal pesan khusus di dalam kemasan kacang yang bisa digolongkan sebagai upaya pendangkalan akidah ini,” ujarnya. []

Gubernur Aceh: Waspadai gerakan anti syariat


ACEH (Arrahmah.com) - Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah mengimbau penegak hukum, para kepala Dinas Syariat Islam (DSI), dan masyarakat Aceh, mewaspadai kelompok-kelompok yang sengaja melakukan pelemahan dan memojokkan syariat Islam. Bahkan masih ada upaya kelompok tertentu menentang penerapan syariat Islam di Aceh, terutama kelompok yang minim informasinya tentang syariat.

Hal ini disampaikan Gubernur Zaini Abdullah pada pembukaan Musyawarah Besar (Mubes) Penegakan Syariat Islam di Hotel Permata Hati and Convetion Center, Desa Meunasah Manyang, Aceh Besar, Kamis (1/11) seperti dilansir Serambi Indonesia.
Pidato gubernur setebal lima halaman itu dibacakan oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Hukum dan Politik, M Jafar SH MHum. Pidato itu sebagiannya berisi ajakan dan menyemangati DSI agar tidak gentar dalam menegakkan syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah ini.

Menurut gubernur, koordinasi antarlembaga penegak hukum tentang adanya isu pelemahan syariat Islam selama ini sangat diperlukan, sehingga semangat penegakan syariat di Aceh tidak sampai tergerus.

Zaini mengatakan, syariat Islam harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Syariat Islam jangan hanya dijadikan etalase atau pembeda Aceh dengan daerah lain, melainkan haruslah benar-benar terwujud dalam segala tindakan dan aktivitas sehari-hari.

Menurut Zaini, penerapan syariat Islam secara kafah di Aceh sudah berjalan sepuluh tahun. Evaluasi perlu dilakukan, tapi bukan untuk mengkritisi kebijakan syariat Islam, melainkan justru untuk meningkatkan pencapaiannya ke arah yang lebih baik.

Catatan Serambi, deklarasi syariat Islam di Aceh berlangsung pada 1 Muharram tahun 2002 saat Aceh dipimpin Gubernur Abdullah Puteh. Pada tahun itu pula lahir beberapa qanun terkait penerapan hukum Islam seperti Qanun Nomor 12, 13, dan 14 yang mengatur tentang larangan minuman keras (khamar), judi (maisir), dan khalwat (mesum).  Zaini menilai, penerapan syariat Islam secara kafah di Aceh adalah tugas berat, apalagi ada upaya menentang penerapan syariat Islam di Aceh oleh kelompok yang masih minim mendapat informasi utuh tentang syariat.

Gubernur mengimbau, ulama dan DSI agar menyampaikan nasihat serta bimbingan kepada umat, sehingga syariat Islam bisa dipahami secara utuh.   Melalui Mubes DSI, gubernur berharap ada langkah perbaikan metode kampanye penerapan syariat Islam kepada masyarakat serta koordinasi antarlembaga penegak hukum terkait penanganan isu-isu yang berkembang saat ini di Aceh, sehingga syariat Islam tidak sampai tergerus.

Sebelumnya, Plt Kadis Syariat Islam Aceh, Drs Muhammad Nas mengatakan, Mubes DSI se-Aceh ini untuk menggali informasi tentang kemajuan dan tantangan pelaksanaan syariat Islam di setiap kabupaten/kota dalam Provinsi Aceh.
Tahun 2012, ujar Muhammad Nas, banyak tantangan impelemtasi syariat Islam, sehingga perlu digelar mubes untuk mencari jalan keluar. Acara ini berlangsung 1-2 November 2012.

Usai pembukaan, acara dilanjutkan dengan penandatanganan naskah kerja sama antara DSI dengan Serambi Indonesia di bidang publikasi terkait penegakan syariat Islam. Naskah tersebut ditandatangani oleh Plt Kadis SI Aceh, Drs Muhammad Nas dan Pemimpin Umum/Penanggung Jawab Serambi Indonesia, H Sjamsul Kahar.

Acara berlanjut pada diskusi yang menghadirkan mantan Kadis SI Aceh Prof Dr Rusjdi Ali Muhammad SH dan Prof Alyasa' Abubakar MA. Rusjdi menyampaikan materi "Penegakan Syariat Islam: Peluang dan Tantangan", Prof Dr Alyasa' Abubakar dengan makalah "Urgensi Qanun Jinayat dan Hukum Acara Jinayat dalam Penegakan Syariat Islam di Aceh", sedangkan H Sjamsul Kahar mengupas Peran Media dalam Penegakan Syariat Islam di Aceh.

Menjawab pertanyaan peserta tentang Harian Serambi Indonesia dan Prohaha, Sjamsul Kahar mengatakan, Serambi dan Prohaba selalu memberitakan penegakan syariat Islam dan komit memberitakan syiar Islam demi tegakknya syariat secara kafah di Aceh. Jawaban ini disambut tepuk tangan peserta mubes.
Kemudian, Kepala DSI Langsa Ibrahim Latif, menyampaikan kendala dan tantangan penerapan syariat Islam di Langsa, Kadis DSI Banda Aceh Mairul Hazami SE MSi, serta utusan dari DSI Singkil menyampaikan kemajuan dan kendala penerapan syariat Islam di daerahnya masing-masing.

Persoalan penegakan syariat Islam di Aceh serta kendala karena Wilayatul Hisbah (WH) berada satu atap dengan Satpol PP, juga ikut dibahas kemarin. Termasuk minimnya anggaran yang diplot untuk DSI.  Mubes akan dilanjutkan hari ini dengan materi pembacaan rekomendasi dan penutupan. (bilal/arrahmah.com)

Aceh Tutup Rumah Ibadah Liar, Pusat Kelabakan

 
Pemerintah pusat diminta turun tangan untuk menyelesaikan masalah penutupan gereja dan vihara di Banda Aceh, Aceh. Jika tidak, penutupan tempat ibadah itu akan menjadi preseden buruk yang bakal diikuti oleh pemerintah daerah lain.

Nurul Arifin, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar di Jakarta, Rabu (24/10/2012), mengaku prihatin atas maraknya penutupan tempat ibadah, khususnya gereja di banyak tempat di Indonesia. 

"Seringkali kita tidak berempati dan lupa bahwa mereka saudara-saudara kita. Kemajemukan itu anugerah dan kekuatan kita sebagai bangsa," kata dia.

Menurut Nurul, pemerintah Aceh memang selalu ingin berbeda dengan pemerintah pusat dalam pembuatan peraturan.

Pemerintah pusat, kata dia, seharusnya bersikap tegas atas Pergub itu lantaran masalah agama menjadi urusan pemerintah pusat seperti diatur dalam Undang-Undang (Qanun) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Kita harus melawan intoleransi yang semakin masif. Paling tidak modal awal adalah implementasi nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme yang dilandasi pentingnya menghargai pluralisme untuk menyelamatkan NKRI," pungkas Nurul, seperti dilansir kompas.

Di lain kesempatan, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari mengatakan Perintah penutupan gereja dan wiraha di Banda Aceh oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dinilai sebagai tindakan pemberontakan dalam merobohkan struktur kekuasaan (subversif) terhadap konstitusi negara yang menjamin kebebasan setiap warga untuk beribadah.

Eva lantas mengecam kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh (Pemkot Banda Aceh) itu. Tindakan tersebut bertolak belakang dengan sikap dunia internasional yang menjadikan Indonesia sebagai model Islam yang moderat.

Selain itu, kata dia, tindakan Pemkot bertentangan dengan Islam di Indonesia yang selaras dengan dasar negara Pancasila. 

Eva menuntut agar Kementerian Dalam Negeri memberikan peringatan keras kepada Wali Kota Banda Aceh dan meminta segera membatalkan kesepakatan penutupan tempat ibadah itu. Menurut dia, tidak boleh ada peraturan yang mengalahkan perintah UUD 1945.

Sebagaimana yang pernah diberitakan sebelumnya, Penutupan diperintahkan karena tidak memiliki izin yang sah sebagai rumah ibadah. Karena syarat pendirian rumah Ibadah sesuai dengan SKB 2 Menteri Nomor 8 dan 9 tahun 2006 dan Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 belum dipenuhi.

Hasil pertemuan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh dengan pihak pengelola gereja telah tercapai sebuah keputusan menutup gereja yang tidak memiliki izin.


Sementara itu, Front Pembela Islam (FPI) Aceh memberikan apresiasi yang besar pada Pemerintah Kota Banda Aceh atas larangan bagi gereja yang tidak memiliki izin. FPI Aceh sangat mendukungnya dan bila ini dilanggar, FPI Aceh tidak segan-segan menurun masa yang besar untuk menutup paksa.

[KOMPAS]

Abu Kuta Krueng: “Tutup Rumah Ibadah Ilegal di Banda Aceh”

Anas Urbaningrum dan ulama Aceh Abu Kuta Krueng


“Aceh ini Serambi Mekkah, tidak sama dengan daerah lain. Jadi harus dibedakan,”

BANDA ACEH - Ulama kharismatik Aceh Teungku Usman Kuta Krueng atau Abu Kuta Krueng menyerukan kepada pemerintah menutup semua rumah ibadah tak berizin yang menjalankan kegiatannya di Banda Aceh sebagaimana hasil temuan Front Pembela Islam (FPI) Aceh. 
Penegasan itu diutarakan Abu Kuta Krueng di tengah santernya beredar kabar akan ada ribuan massa yang akan turun ke Banda Aceh terkait adanya 16 rumah ibadah di Banda Aceh yang tak berizin melakukan kegiatannya.
“Benar ada rencana itu, dalam waktu dekat ini ada massa yang akan datang ke Banda Aceh,” ujar Abu Kuta Krueng seperti dilansir serambinews.
Menurut Abu Kuta Kreung massa berencana akan turun ke Banda Aceh apabila sikap pemerintah tidak tegas dalam persoalan ini.
“Rumah ibadah yang tidak ada izinnya itu harus segera ditutup, kalau tidak massa akan turun. Kalau massa turun tidak terbilang jumlahnya,” ujarnya.
Menurut Abu Kuta Kreung Provinsi Aceh sudah menerapkan syariat Islam. Pendirian rumah ibadah tak berizin tersebut seharusnya tidak boleh terjadi.
“Aceh ini Serambi Mekkah, tidak sama dengan daerah lain. Jadi harus dibedakan,” kata tokoh ulama karismatik Aceh ini.
Sejak kemarin informasi rencana kehadiran massa ke Banda Aceh dipicu karena pemerintah dinilai lamban dalam menyikapi persoalan rumah ibadah di Banda Aceh yang beroperasi tanpa izin. Penggalangan massa masih terus terjadi hingga kemarin, namun Serambi belum mendapat kepastian kapan massa bergerak dari wilahnya masing-masing menuju Banda Aceh.
Seperti diberitakan Jumat (12/10) kemarin persoalan rumah ibadah tak berizin ini sudah dibicarakan Pemko Banda Aceh. Sekda Kota Banda Aceh T Saifuddin TA mengatakan pihaknya akan memanggil pihak pengelola 16 rumah ibadah di Banda Aceh (Gereja dan Vihara), Senin (15/10). Mereka diharap tak lagi beribadah di rumah ibadah ilegal tersebut, tapi silakan beribadah di gereja dan vihara legal di Banda Aceh.
Saifuddin mengatakan hal itu setelah mendengar saran saat diskusi dengan tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Aceh dan Pakem Banda Aceh di ruang rapat Wakil Wali Kota, Banda Aceh, Kamis (11/10).
Beberapa hari sebelumnya, Saifuddin juga menerima informasi adanya rumah ibadah tak berizin di Banda Aceh dari massa Front Pembela Islam (FPI) Aceh yang berdemo ke Balai Kota. Mereka menuntut Pemko menertibkan rumah ibadah ilegal di Banda Aceh yang umumnya memanfaatkan ruko lantai dua atau tiga di kawasan Kecamatan Kuta Alam.
“Kita di Aceh sangat toleran terhadap agama lain, tapi jangan hal ini dimanfaatkan pihak tertentu sehingga mengusik ketenangan masyarakat. Kita akan panggil pengelola rumah ibadah itu Senin ini sekaligus mendiskusikan bersama Wakil Wali Kota yang saat ini sedang bertugas di luar Banda Aceh,” kata Saifuddin.
 
 
Copyright © -2012 KAMPOENG ATJEH All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks