Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Malu Peringkat 2 Terkorup, Gubernur Aceh Satroni Gedung KPK


021112foto_9.jpg

BANDA ACEH - Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah, meminta pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk mengungkap tuntas berbagai kasus dugaan tindak pidana korupsi di Aceh, termasuk menangkap pelaku utama (dalang) korupsi di daerah berjuluk Serambi Mekkah ini.

“Kita sangat malu saat membaca berita bahwa Aceh menduduki peringat kedua terkorup di Indonesia. Makanya saya perlu datang langsung ke KPK, untuk berkoordinasi bagaimana memberantas habis korupsi di Aceh,” kata Zaini Abdullah, dalam perbicangan per telepon dengan Serambi, Kamis (1/11).

Zaini menjelaskan bahwa kedatangannya ke KPK ini adalah untuk yang pertama kali setelah dilantik sebagai Gubernur Aceh pada 25 Juni 2012. Dia merasa prihatin mendengar provinsi yang dipimpinnya disebut sebagai kedua terkorup di Indonesia.

“Saya kan malu dicap sebagai gubernur daerah nomor 2 terkorup. Makanya saya ingin sekali supaya ini diselesaikan, siapa pun yang terlibat, termasuk dalangnya harus diperiksa dan ditangkap. Ini kan Aceh yang malu,” ujarnya.

Gubernur mengatakan kasus-kasus korupsi yang terjadi di Aceh adalah kasus-kasus sebelum masa pemerintahan dirinya. “Kami hanya kena getahnya,” kata Gubernur Zaini.

Ia mendesak KPK agar mencari dalang-dalang kasus dugaan korupsi di Aceh dan melakukan pencegahan. “Kita berkomitmen untuk membersihkan kembali Aceh dari para koruptor. Jangan sampai Aceh yang berstatus Serambi Mekkah ini dicap banyak malingnya,” imbuh pria yang akrab disapa Doto Zaini ini.

Meski begitu, Gubernur Zaini mengaku belum mengantongi nama-nama dalang korupsi di Aceh. Ia menyerahkan semuanya kepada KPK untuk bisa menyelesaikan masalah korupsi di Aceh. “Pimpinan KPK mengatakan bersedia membantu Aceh,” ujarnya.

Sebagai langkah awal, kata Gubernur, KPK akan menggelar seminar tentang upaya pencegahan korupsi pada tanggal 21-22 November 2012 di Banda Aceh. “Yang paling penting bagi kita dan KPK adalah melakukan upaya pencegahan, selain penindakan tentunya,” kata Zaini. Menurut Gubernur Zaini, korupsi yang terjadi di Aceh ada di berbagai sektor, terutama di dalam badan pemerintah birokrasi pemerintahan. 

“Saya juga tidak tahu apakah ada aparat kepolisian yang terlibat. Itu terserah kepada mereka (KPK) yang menanggulangi,” sambungnya.

Staf Khusus Gubernur Aceh, Muzakir A Hamid menyebutkan, kedatangan Gubernur Aceh ke KPK kemarin disambut langsung oleh para pimpinan KPK, di antaranya Abraham Samad (Ketua), Busyro Muqoddas, dan Zulkarnain.

Secara terpisah, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid memberi apresiasi tinggi kepada gubernur yang melakukan langkah cepat pencegahan korupsi dan pemberantasan korusi.

“Alhamdulillah, itu langkah bagus dan untuk selamatkan Aceh dari tindak pidana korupsi,” kata Farhan. Sebelumnya, Farhan yang juga anggota DPD asal Aceh, telah berkirim surat pada 3 Oktober 2012 kepada Gubernur Aceh agar melakukan kerja sama dengan KPK.

“Kami ingin menganjurkan dan mendorong agar Pemerintah Aceh yang baru melakukan komunikasi dengan KPK sekaligus meminta KPK menjadikan Aceh secara menyeluruh sebagai daerah percontohan pencegahan korupsi, sehingga benar-benar melahirkan pemerintah yang bersih, berwibawa, dan akuntabel,” kata Farhan Hamid.

Situs Kantor Berita Antara menulis, beberapa kasus dugaan korupsi di Aceh yang sempat dilaporkan oleh berbagai pihak ialah, dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009. Kemudian dugaan korupsi pengadaan alat radio diagnostik RSUZA Banda Aceh dan dugaan korupsi penjualan besi jembatan dan alat berat Provinsi Aceh.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas saat berkunjung ke Aceh Agustus lalu menyatakan bahwa hingga September 2012 ada sekitar 56 kasus dugaan korupsi terjadi di Aceh yang dilaporkan ke KPK.

Laporan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pada awal Oktober 2012 lalu menempatkan Aceh sebagai provinsi terkorup kedua setelah DKI Jakarta. Aceh, dalam laporan itu disebutkan telah menciptakan kerugian negara sebesar Rp 669 miliar dari berbagai kasus korupsi yang telah terjadi. Selain DKI Jakarta dengan kerugian negara sebesar Rp 721 miliar, Aceh (Rp 666 miliar).
 
Copyright © -2012 KAMPOENG ATJEH All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks