Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Aceh Tutup Rumah Ibadah Liar, Pusat Kelabakan

 
Pemerintah pusat diminta turun tangan untuk menyelesaikan masalah penutupan gereja dan vihara di Banda Aceh, Aceh. Jika tidak, penutupan tempat ibadah itu akan menjadi preseden buruk yang bakal diikuti oleh pemerintah daerah lain.

Nurul Arifin, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar di Jakarta, Rabu (24/10/2012), mengaku prihatin atas maraknya penutupan tempat ibadah, khususnya gereja di banyak tempat di Indonesia. 

"Seringkali kita tidak berempati dan lupa bahwa mereka saudara-saudara kita. Kemajemukan itu anugerah dan kekuatan kita sebagai bangsa," kata dia.

Menurut Nurul, pemerintah Aceh memang selalu ingin berbeda dengan pemerintah pusat dalam pembuatan peraturan.

Pemerintah pusat, kata dia, seharusnya bersikap tegas atas Pergub itu lantaran masalah agama menjadi urusan pemerintah pusat seperti diatur dalam Undang-Undang (Qanun) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Kita harus melawan intoleransi yang semakin masif. Paling tidak modal awal adalah implementasi nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme yang dilandasi pentingnya menghargai pluralisme untuk menyelamatkan NKRI," pungkas Nurul, seperti dilansir kompas.

Di lain kesempatan, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari mengatakan Perintah penutupan gereja dan wiraha di Banda Aceh oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dinilai sebagai tindakan pemberontakan dalam merobohkan struktur kekuasaan (subversif) terhadap konstitusi negara yang menjamin kebebasan setiap warga untuk beribadah.

Eva lantas mengecam kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh (Pemkot Banda Aceh) itu. Tindakan tersebut bertolak belakang dengan sikap dunia internasional yang menjadikan Indonesia sebagai model Islam yang moderat.

Selain itu, kata dia, tindakan Pemkot bertentangan dengan Islam di Indonesia yang selaras dengan dasar negara Pancasila. 

Eva menuntut agar Kementerian Dalam Negeri memberikan peringatan keras kepada Wali Kota Banda Aceh dan meminta segera membatalkan kesepakatan penutupan tempat ibadah itu. Menurut dia, tidak boleh ada peraturan yang mengalahkan perintah UUD 1945.

Sebagaimana yang pernah diberitakan sebelumnya, Penutupan diperintahkan karena tidak memiliki izin yang sah sebagai rumah ibadah. Karena syarat pendirian rumah Ibadah sesuai dengan SKB 2 Menteri Nomor 8 dan 9 tahun 2006 dan Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 belum dipenuhi.

Hasil pertemuan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh dengan pihak pengelola gereja telah tercapai sebuah keputusan menutup gereja yang tidak memiliki izin.


Sementara itu, Front Pembela Islam (FPI) Aceh memberikan apresiasi yang besar pada Pemerintah Kota Banda Aceh atas larangan bagi gereja yang tidak memiliki izin. FPI Aceh sangat mendukungnya dan bila ini dilanggar, FPI Aceh tidak segan-segan menurun masa yang besar untuk menutup paksa.

[KOMPAS]
 
Copyright © -2012 KAMPOENG ATJEH All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks