Belum memimpin sudah mengeluarkan pernyataan kontroversi. Jakarta tak butuh pemimpin liberal
Pernyataan calon wakil gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan
Jokowi, Basuki T Purnama alias Ahok, bahwa masyarakat dan penegak hukum
harus taat pada ayat konstitusi, bukan ayat suci, mendapat dukungan
kelompok liberal dan gerakan mahasiswa sekular.
Maklum, pernyataan Ahok ini tentu saja merupakan angin segar bagi
mereka yang selama ini mengampanyekan sekularisme, dimana agama dan
pemerintahan harus dipisahkan.
Dukungan di antaranya disuarakan oleh aktivis perempuan
sekular-liberal, Ratna Sarumpaet. Ratna yang dikenal getol mengeritik
perda-perda anti maksiat di berbagai daerah itu, mengatakan apa yang
dikatakan oleh Ahok sudah tepat. Ratna menyebut orang-orang yang marah
terhadap pernyataan Ahok sebagai orang yang “norak”. Ia menegaskan,
“Ibukota Jakarta ini harus dipimpin oleh cagub-cawagub dari
keberagaman.”
Selain Ratna Sarumpaet, dukungan juga datang dari Gerakan Mahasiswa
dan Pemuda Nusantara (Gema Nusantara) dan Gerakan Mahasiswa Nasionalis
Indonesia (GMNI). Pengurus Alumni GMNI, Pujadi Aryo S, menyatakan bahwa
Jakarta harus dididik melalui sejumlah pemikiran yang bebas, sehingga
tidak lagi kaku dan dikuasai oleh doktrin-doktrin yang salah. “Pemikiran
yang memisahkan antara agama dan negara itu, sangat baik bagi kami
dalam bernegara. Ayat suci no, sedangkan ayat konstitusi yes,” tegasnya.
Aryo meminta dengan tegas, antara urusan agama dan pemerintahan harus
dipisahkan.
Dukungan lebih ekstrem datang dari Ketua Umum Gema Nusantara, Jay
Muliadi. Selain mendungkung pemikiran yang memisahkan antara kepentingan
ayat suci dan ayat konsitusi, Jay mengatakan, “Indonesia, khususnya
Jakarta membutuhkan pemimpin yang berpikiran sekular dan liberal agar
masyarakat pluralis dapat terbentuk secara baik.” Jay menambahkan,
pemikiran pasangan Ahok-Jokowi bisa meminimalisir konflik di masyarakat
yang mengatasnamakan agama.
Sikap
kontrovesi Ahok ini bermula dari pernyataannya yang mengeritik sikap
kelompok yang menjadikan dalil ayat suci untuk menolak artis pemuja
setan, Lady Gaga. Pikiran sekular-liberal Ahok sangat jelas tercermin,
ketika ia mengatakan, “Kita tidak boleh taat pada ayat suci. Kita taat
kepada ayat-ayat konstitusi.” Ahok juga menyatakan, mengapa ormas-ormas
yang menolak Lady Gaga tidak mau periksa pejabat korup?
Pernyataan Ahok tentu saja mengusik keyakinan warga Jakarta yang
dikenal taat beragama. Apalagi, jelas-jelas pernyataan tersebut
diarahkan pada sebuah ormas Islam yang waktu itu menentang keras
kehadiran Ratu Illuminati, Lady Gaga.Warga Jakarta yang mayoritas
Muslim, meyakini bahwa Kitab Suci adalah undang-undang tertinggi dalam
kehidupan, yang di dalamnya berisi aturan-aturan yang lengkap, termasuk
aturan-aturan bernegara dan moralitas.
Jika Ahok mengatakan, kenapa ormas-ormas yang menolak Lady Gaga tidak
mau memeriksa pejabat korup, ini tentu saja pernyataan bodoh dan
menggelikan. Memeriksa koruptor adalah tugas aparat, bukan tugas ormas.
Lagi pula, jika ormas Islam bergerak menangkap koruptor, nanti Ahok dan
para aktivis-sekular liberal berteriak lantang, ”Jangan ambil alih tugas
aparat. Urusan menangkap koruptor biar konstitusi yang mengatur!”
Mereka yang berpikiran sekular-liberal adalah orang-orang yang
berpikiran kontradiktif dan mengalami disorientasi dalam beragama. Lalu,
bagaimana bisa memimpin pemerintahan?
(artawijaya/salam-online/arrahmah.com)